Yahhh,
Belanda. Negeri yang terkenal dengan kincir anginnya, bunga tulip, keju
berbagai macam rasa, sepeda, pelukis, arsitektur bangunan yang megah, gadis
desa dengan penutup kepala, susu bendera, berbagai macam tem pat wisata
yang sangat indah seperti Walibi World, Kaukenhof, Museum Heineken, dan masih
banyak lagi, serta disana pulalah ribuan etnis dunia berkumpul di negeri yang
toleransinya mengalahkan demokrasi Amerika Serikat, setidaknya kita bisa
menyebut bahwa Belanda adalah kemenangan Eropa terhadap kebebasan etnis.
Bukan hanya
itu, kondisi geografis Negara Belanda memaksa warganya mengubah fantasi menjadi
kenyataan. Lihat saja proyek Deltaworks, yang dinobatkan sebagai salah satu sebagai
salah satu dari 7 keajaiban dunia versi American Society of Civil Engineers.
Lihat pula penemuan teleskop Hans Lippersey, misroskop oleh Antonie Van
Leeuwenhoek, WiFi oleh Victor Hayes, Bluetooth
oleh Jaap Hartsen, dan masih ada sejuta imajinasi yang telah berubah menjadi
kenyataan. Mereka semua berasal dari Netherland, negerinya para pioneer-pioneer
sejati. Di Belanda pula lah berkiprah para filosof agusng seperti Erasmus dan penulis hebat Multatuli. Legenda sepak bola, Van Basten juga asli Belanda. Hampir tidak ada bidang yang terlewatkan.
Muncul pertanyaan di benakku, bagaimana bisa sehingga orang-orang Belanda begitu kreatif dan inovatif? Setelah membaca berbagai referensi, saya emnduga ada dua hal penyebab utamanya.
Pertama. Sistem pendidikan.
Pada dasarnya, Belanda mengenal wajib belajar untuk anak usia 2-18 tahun. Penyandang
cacat di atas usia 18 tahun juga harus mengikuti wajib belajar. Seorang anak
warga negara Belanda atau bukan warga negara Belanda tetapi orang tuanya
bekerja dan membayar pajak, juga mempunyai hak tunjangan anak. Besarnya
dibayarkan setiap kuartal oleh Siociale Verzekeringsbank sampai anak berusia 18
tahun.
Pendidikan
di Belanda sangat multikulturalis. Seluruh perbedaan diakomodasi, semua
memiliki hak yang sama ketika berhadapan dengan pendidikan. Orang berkulit
hitam, kulit putih, rambut pirang, rambut hitam, dan lain sebagainya bukan
menjadi penghalang untuk mendapatkan pendidikan. Interaksi sosial sangat diutamakan,
dengan hal tersebut suasana persaudaraan akan sangat kental. Kemudahan dalam
berkomunikasi dan bergaul sangat terbuka, sehingga eksplorasi ilmu pengetahuan
akan semakin mudah. Jadi benarlah slogan “studi
di Belanda adalah tiket menuju ke satu komunitas global”, karena kemudahan
dalam berinteraksi dengan dunia internasional, serta dukungan dari pihak
pemerintah yang sangat besar. Ditambah lagi belanda adalah Negara berbahasa
non-inggris pertama yang menawarkan lebih dari 1.500 program studi
internasional berbahasa Inggris. Sehingga bisa menarik lebih banyak orang
kesana.
Kedua.
Liberalisasi atau kebebasan. Kebebasan berekspresi secara tidak langsung menjadi pondasi kedua setelah pendidikan yang menjadikan warga Negara
Belanda begitu inovatif. Mengapa bisa? Kebebasan berekspresi memungkinkan
seseorang untuk mencoba segala hal agar rasa ingin tahunya teraktualkan yang
pada akhirnya akan membuatnya menjadi senang dan bahagia sehingga akan “ketagihan”.
Gallup World Poll
Survey dalam survey nya tahun 2010 menyatakan bahwa Belanda menduduki peringkat
5 dalam polling
The World’s Happiest Country dengan keterangan ‘thrieving’ untuk tingkat kebahagiaannya. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar
penduduk negeri tuli ini puas dan senang dengan kehidupannya. Penduduknya bebas
memeluk agama manapun yang diinginkan, tanpa paksaan. Kebebasan berekspresi
sangat dihargai disana.
Dua hal dasar
itulah yang memicu semangat ke-pioneer-an orang Belanda sehingga bisa mengubah
fantasi dan imajinasi menjadi kenyataan. Semoga Indonesia tercinta bisa belajar
pada negeri Tulip tersebut.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar