Kutujukan Padamu; Masa Kegalauan!

langit ini adalah langit-Mu, 
dan bumi ini adalah bumi-Mu
maka walau di tangan ku ada piala, 
kutahu ini adalah piala-Mu
timur ini adalah barat-Mu, 
dan barat ini adalah timur-Mu
maka walau di mata ku ada Kamu, 
ku tahu ini adalah tatapan-Mu

lagit dan bumi, 
dan dua dunia melangit dan membumi, 
dosa-dosa hamba namun lagit dan bumi, 
milik-Mu layla, Wajah layla, 
buat majnun lupa diri, apalagi dosa

anggur-Mu, 
namun dari Piala-Mu!
dalam piala-Mu, 
namun dengan tuangan-Mu!
tuangan-Mu, namun dengan isyarat-Mu, 
minumlah! kuminum, namun dengan tenggakanMu, 
mabuklah!

kumabuk, 
namun bukan karena anggur
Ku pontang-panting,
namun bukan karena piala,
bibir Mu nan mendayu merah 
duhai penuang...
buat hatiku membara merah, 
duhai sayang...

apa pun yang dikatakan orang
apapun yang kukatakan “aku”
apa pun yang dikatakan angin
Engkau adalah Engkau, 
mulia-Mu adalah jelita-Mu

orang-orang nan cari kemuliaan
rusa-rusa nan cari kerusaan
para pedagang nan cari perdagangan
pecinta nan mencari wajah..
lalu "aku"?

sebenarnya pencari apa?

hanya "kau" lah, iblis dan Tuhan yang tahu..

he6x

-----

Sedikit Berbagi Cerita tentang "Kebahagiaan"


alkisah...
Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis dengan memilukan selama berjam-jam, sementara si petani memikirkan apa yang harus dilakukannya. 
 
Akhirnya, Ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun (ditutup - karena berbahaya); jadi tidak berguna untuk menolong si keledai. Ia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.
 
Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian. Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya.
 
Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu menaiki tanah itu, sementara tetangga-tetangga si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu, si keledai terus juga menguncangkan badannya dan melangkah naik. Segera saja, semua orang terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumurdan melarikan diri  
Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepadamu, segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari 'sumur' (kesedihan, masalah, dsb) adalah dengan menguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran, dan hati kita) dan melangkah naik dari 'sumur' dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan.
 
Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari 'sumur' yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah ! Guncangkanlah hal negatif yang menimpa dan melangkahlah naik ! 
 
Ingatlah aturan sederhana tentang Kebahagiaan :
1. Bebaskan dirimu dari kebencian (always positive thinking)
2. Bebaskanlah pikiranmu dari kecemasan
3. Hiduplah sederhana
4. Berilah lebih banyak
5. Berharaplah lebih sedikit
6. Tersenyumlah, karena katanya "senyum adalah selemah-selemahnya sedekah"

semoga bermanfaat....

Sistem Pendidikan Indonesia: Pabrikasi Buruh Industri


Pendidikan adalah hal yang paling fundamental dalam kehidupan manusia. Menurut pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dengan jelas dikatakan bahwa tujuan Negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, ditambah lagi dengan penegasan pada undang-undang bahwa “memberikan pendidikan yang layak bagi kemanusiaan” adalah salah satu tujuan Negara RI. Secara konseptual, tujuan Negara tersebut sangat ideal, akan tetapi penerapannya bisa kita lihat melalui fakta-fakta yang terjadi di lapangan dan UU penjabaran, peraturan-peraturan serta kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang pendidikan itu sendiri apakah memang mendukung tercapainya tujuan Negara tersebut ataukah justru mempunyai motif lain.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional adalah undang-undang yang mengatur masalah pendidikan di Indonesia. Jenjang pendidikan formal diatur sedemikian rupa dengan harapan agar tujuan Negara dapat tercapai. Namun, jika kita melihat realitas yang terjadi di negeri ini, tujuan Negara dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa jelas tidak tercapai apalagi ketika kita melihat rakyat Indonesia dari kalangan menengah ke bawah , sangat banyak yang tidak bisa mengakses dunia pendidikan karena biaya pendidikan yang sangat tinggi. 
penyeragaman isi kepala
Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan sebagai bentuk revisi dari PP No. 17 (penjabaran dari UU BHP) telah digodok oleh pemerintah dan sangat banyak yang menolak kebijakan tersebut. Alasannya jelas, pendidikan yang notabenenya adalah hal yang paling urgen dalam kehidupan manusia justru akan di serahkan ke sector swasta, terbukti dengan adanya satu pasal yakni pasal 58F tentang diperbolehkannya pihak ke tiga menginvestasikan dananya ke sector pendidikan, artinya jika pendidikan diserahkan ke pihak ketiga berarti segala hal yang berkaitan dengan pendidikan mulai dari sistem manajemen, operasional, pengelolaan, dan sebagainya ditentukan secara penuh oleh pemilik sekolah/kampus. 
Jika kita melihat sistem pendidikan formal yang berjenjang, mulai dati taman kanak-kanak sampai pada pendidikan tinggi maka memang ada kejanggalan-kejanggalan, mulai dari adanya penyeragaman disemua sekolah diseluruh indonesia yang dikemas dalam bentuk “kurikulum”. Kurikulum yang diterapkan pun justru selalu berubah-ubah tergantung menteri pendidikannya, jika menteri pendidikan diganti berarti sudah bisa dipastikan kurikulum pendidikan pun pasti akan berubah (sebagai contoh, kurikulum berbasis kompetensi-KBK, kurikulum tingkat satuan pendidikan-KTSP, dan lain-lain). Ini menunjukkan adanya ketidak jelasan dan ketidak konsistenan dari pemerintah kita terhadap pendidikan. bentuk penyeragaman yang lain seperti penyeragaman seragam sekolah, buku yang digunakan, dan sebagainya. 
Belum lagi ketika kita melihat infrastruktur sekolah di indonesia di tingkat jenjang pendidikan formal, sistem pendidikan memang merangarahkan seseorang ke kota (urbanisasi). Hal ini jelas terlihat pada berbagai daerah, rata-rata di tingkat desa hanya ada sekolah dasar dan  sejenisnya dan tidak ada jenjang pendidikan untuk sekolah lanjutan tingkat pertama atau yang setara dan kalaupun ada hanya sedikit sehingga tidak cukup untuk menampung anak-anak yang ingin melanjutkan sekolahnya. Begitupun untuk tingkat kecamatan, kota kabupaten, dan sampai pada kota provinsi dimana perguruan tinggi terdapat disana. Jadi, memang ada sistem yang mengarahkan orang ke kota dan tidak akan kembali lagi ke desa nya setelah sampai di kota. Fakta lain yang mendukung argumen ini adalah kuantitas mahasiswa di kota adalah dominan berasal dari daerah. 
Impilikasi dari sistem tersebut adalah tergerusnya nilai-nilai budaya lokal (kearifan lokal) dan mungkin ada unsur kesengajaaan di dilakukan di dalamnya. Rakyat Indonesia memang sengaja diseragamkan agar outputnya sama yakni agar menjadi “robot” yang bisa digerakkan kesana-sini yakni menjadi buruh dari para kaum pemodal/pengusaha. Inilah kemudian yang kita kenal dengan istilah link and match di manapemerintah dalam hal ini sebagai penyedia tenaga kerja dan kaum pemodal (baca: kapitalis) sebagai pembuat lapangan kerja. Hal ini menandakan adanya perselingkuhan antara pemerintah dan pemodal (neoliberalisme). Ditambah lagi dengan logika-logika pembodohan seperti ‘orang yang sukses adalah orang yang mendapat pekerjaan setelah selesai kuliah dan mempunyai gaji yang tinggi’ dan itulah yang tertanam di sebagian besar rakyat Indonesia.
penyeragaman isi kepala
Hal lain yang agak mengganjal di sistem pendidikan kita adalah sistem penilain lulus tidaknya siswa dengan ujian akhir misalnya atau kuantifikasi-kuantifikasi data yang hanya beberapa hari dilakukan. Misalnya, Ujian Akhir Nasional (UAN) untuk siswa tingkat mengengah dan tingkat pertama. Makanya jangan heran ketika ada siswa yang bunuh diri gara-gara tidak lulus ujian nasional  karena menganggap dirinya sudah tidak punya masa depan dan merasa malu di depan teman-temannya apalagi keluarganya. Kecurangan-kecurangan yang terjadi saat UAN pun patut dipertimbangkan sebagai bentuk akibat bobroknya sistem pendidikan kita, misalnya kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu adanya contekan massal saat UAN, kasus guru memberikan kunci jawaban kepada siswanya, kasus calo masuk perguruan tinggi, dan masih banyak lagi kasus-kasus yang lain. hal itu dilakukan karena memang “sistem” yang mengharuskan hal demikian. Bisa datarik benang merahnya kenapa hal tersebut terjadi, sebuah institusi pendidikan anggaplah sekolah XX, reputasinya akan naik ketika persentase kelulusan siswanya tinggi dan ini tentu membawa hal yang baik bagi guru pengajar untuk mata pelajaran tertentu. Guru tersebut dianggap berhasil ketika persentase kelulusan untuk mata pelajaran yang diajarkannya tinggi, oleh karena itu berbagai cara dilakukan termasuk memberikan kunci jawaban saat UAN. 
Mari kita melihat dalam skala yang lebih besar, yaitu tingkat kabupaten. Kepala dinas pendidikan akan dinilai berhasil oleh bupati ketika persentase kelulusan siswa tinggi atau minimal mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, maka secara otomatis berbagai cara juga dilakukan untuk menggenjot hal tersebut. Hal tersebut terjadi sampai pada tingkat yang lebih tinggi yakni negara (presiden). Presiden akan menilai kinerja menteri pendidikan berhasil jika tingkat kelulusan semakin tinggi, jika mengalami penurunan bisa saja menteri pendidikan akan dicopot jabatannya, sehingga mau tidak mau berbagai cara dilakukan dengan cara-cara yang halus. Semua dinilai secara kuantitatif padahal secara kualitatif belum tentu menghasilkan output yang sesuai dengan harapan. Hal ini memang merupakan pembodahan sekaligus sebagai kelemahan sistem pendidikan kita. Sebenarnya bagaimana solusi dari permasalahan laten ini?
Menurut hemat penulis, kurikulum pendidikan tidak boleh diseragamkan di tiap daerah. Jika kita mencoba melihat kebelakang, sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia adalah sistem pendidikan kolonial di mana belanda dalam hal ini menggunakan konsep pendidikan di negaranya. Sementara kondisi negara eropa (negara benua) dangat berbeda dengan negara Indonesia yang notabenenya adalah negara kepulauan. Jadi sangat tidak cocok memang diterapkan sistem pendidikan kolonial di mana semuanya diseragamkan. Pendidikan seharusnya memperhatikan kondisi daerah atau desa tertentu sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya, bagaimana seharusnya SDA di daerah tersebut diolah, dsb. Tetapi semua itu harus berlandaskan pada kearifan lokal agar kebudayaan Indonesia tetap lestari dan tidak mudah untuk terbawa oleh arus globalisasi, kalupun bisa mari kita gunakan kearifan lokal kita untuk melihat globalisasi agar supaya yang terjadi sebaliknya, nilai-nilai budaya lah yang menggiring globalisasi.
Mengenai sistem penilaian yang berbasis kuantifikasi-kuantifikasi data, kita harus mengubah paradigma kita tentang hal itu apalagi di dunia pendidikan. kompetensi seseorang harus diukur dari seberapa besar kontribusinya terhadap negara, misalnya bagaimana kemudian kita menghargai seorang siswa dari kompetensi tertentu yang dimilikinya terhadap bidang tertentu. Karena tidak ada bukti empirik yang mengatakan bahwa orang yang sekolah lebih cerdas daripada orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan lewat jalur formal seperti sekolah. Fakta sejarah menunjukkan bahwa orang-orang yang berkontribusi terhadap dunia justru tidak datang dari sekolah. Thomas Alfa Edison yang hanya sampai kelas 3 sekolah dasar tapi dia bisa menemukan bola lampu, Albert Einstein hanya sampai kelas 2 sekolah dasar tapi siapa yang tidak kenal dia, dan masih banyak yang lain. Sultan Hasanuddin adalah orang yang hebat di strategi perang, tapi pernahkah dia menempuh pendidikan formal di sekolah?, raja-raja dulu pun kayaknya tidak pernah sekolah akan tetapi siapa yang meragukan mereka?, sampai pada Nabi Muhammad yang notabene tidak pernah sekolah secara formal akan tetapi, luar biasa, dan masih banyak fakta lain yang menunjukkan betapa ‘sekolah’ hari ini di Indonesia tidak mencerdaskan kehidupan bangsa. Intinya adalah belajar, belajar, dan belajar, serta tidak mengenal kata waktu dan tempat karena:
Semua tempat adalah kelas dan
Semua orang adalah guru........

Fase Kesadaran Magis Menuju Kesadaran Kritis


"kesadaran" merupakan unsur terpenting yang ada pada diri manusia. kesadaran pula yang menjadi salah satu pembeda antara manusia dengan binatang. ada pendapat yang mengatakan bahwa binatang adalah mahluk yang tidak memiliki unsur kesadaran tapi hanya naluri yang mereka punya. makanya jangan heran ketika binatang hanya berkutat pada cara bertahan hidup (kebutuhan biologis). lain halnya dengan manusia, "binatang berakal budi" yang secara eksplisit pertama kali dikemukakan oleh Plato. akal dalam pengertian luas adalah potensi bagi manusia sehingga akal pada dasarnya tidak terbatas. dalam ketidakterbatasannya, akal lah yang akan membuat manusia lebih tinggi derajat nya daripada malaikat dan bahkan bisa jadi lebih rendah dari binatang sekalipun, kalau-kalau tidak dilatih sebagai mana mestinya dengan belajar misalnya.
konsekwensi makhluk berakal adalah kesadaran. melihat realitas yang ada, yang dominan membentuk kesadaran adalah paradigma pendidikan formal yang ada. lain paradigma pendidikan, lain pula kesadaran yang dilahirkan. Paulo Freire membagi kesadaran menjadi 3 yakni kesadaran magis, naif, dan kritis. pemikiran Freire dominan dipengaruhi oleh pemikiran Frantz Fanon, Antonio Gramsci, dan gaya Marxian tentunya. beliau melihat realitas pendidikan yang ada di tempat kelahirannya di Recife, salah satu kota miskin dan terpencil di pinggiran kota Brazil bahwa pendidikan tidak membebaskan manusia dari ketertindasan dalam artian pendidikan yang ada pada saat itu tidak berorientasi pada bagaimana melahirkan kesadaran kritis atau lebih tepatnya "pendidikan gaya-bank" dimana murid menjadi celengan dan guru menjadi penabung.
Pertama, paradigma konservatif yang akan melahirkan kesadaran magis. Paradigma ini berangkat dari asumsi bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan suatu keharusan alami, mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan ketentuan sejarah atau takdir Tuhan. Perubahan sosial bagi mereka bukanlah suatu yang harus diperjuangkan, karena perubahan hanya akan membuat manusia lebih sengsara saja. Pada dasarnya masyarakat tidak bisa merencanakan perubahan atau mempengaruhi perubahan sosial, hanya Tuhan lah yang merencanakan keadaan masyarakat dan hanya dia yang tahu makna dibalik itu semua.Kedua, paradigma pendidikan Liberal yang akan melahirkan kesadaran naif. Kaum Liberal, mengakui bahwa memang ada masalah di masyarakat. Namun bagi mereka pendidikan sama sekali steril dari persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Tugas pendidikan cuma menyiapkan murid untuk masuk dalam sistem yang ada. Sistem diibaratkan sebuah tubuh manusia yang senantiasa berjalan harmonis dan penuh keteraturan (functionalism structural). Kalaupun terjadi distorsi maka yang perlu diperbaiki adalah individu yang menjadi bagian dari sistem dan bukan sistem. Pendidikan dalam perspektif liberal menjadi sarana untuk mensosialisasikan dan mereproduksi nilai-nilai tata susila keyakinan dan nilai-nilai dasar agar stabil dan berfungsi secara baik dimasyarakat. Yang terakhir adalah paradigma pendidikan kritis yang akan melahirkan kesadaran kritis. Pendidikan bagi paradigma kritis merupakan arena perjuangan politik. Jika bagi kaum konservatif pendidikan bertujuan untuk menjaga status quo, sementara bagi kaum liberal ditujukan untuk perubahan moderat dan acapkali juga pro status quo, maka bagi penganut paradigma kritis menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam tatanan politik ekonomi masyarakat dimana pendidikan berada. Dalam perspektif ini, pendidikan harus mampu membuka wawasan dan cakrawala berpikir baik pendidik maupun peserta didik, menciptakan ruang bagi peserta didik untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis diri dan struktur dunianya dalam rangka transformasi sosial.
tingkat kesadaran tiap manusia memang berbeda-beda tergantung pola-pola interaksi yang dihadapi dalam keseharian termasuk paradigma pendidikan yang dianut. realitas dinegeri ini, paradigma pendidikan yang mencoba diterapkan pemerintah masih berkutat pada paradigma pendidikan konservatif atau paling tidak paradigma liberal. akhirnya tidak mengherankan jika mental masyarakat kita masih bermental inlander,tertutup terhadap perubahan, seolah-olah kehidupan di negeri ini dalam keadaan baik-baik saja, dan cenderung menyalahkan subjek dalam menaggapi sesuatu, serta berorientasi mempertahankan status quo yang ada. disisi alin, permasalahan sosial semakin menjadi-jadi kesenjangan masyarakat semakin meningkat, penindasan semakin merajalela, dan anehnya semua itu dianggap wajar saja. perubahan kesadaran dari magis menjadi kritis wajib dilakukan oleh komunitas-komunitas atau individu-individu yang sadar terhadap permasalahan yang ada karena pemerintah tidak bisa diharap lagi untuk melakukan hal tersebut karena hakikat kehidupan adalah membebaskan manusia dari ketertindasan. namun muncul pertanyaan, mungkinkah perubahan kesadaran dari magis menjadi kritis tanpa perlu melewati fase liberal atau naif terlebih dahulu?
menurut hemat penulis, perubahan singkat pola pikir dari magis ke kritis bisa saja dilakukan akan tetapi sangat sulit. harus melewati fase liberal terlebih dahulu namun jangan larut didalamnya. fase berfikir liberal dalam kehidupan manusia wajib dilakukan, semua nilai-nilai atau pahaman-pahaman tradisional termasuk pemahaman terhadap nilai-nilai yang paling fundamental seperti agama harus diruntuhkan atau dibongkar. bukankah keyakinan yang dimulai dari keragu-raguan akan melahirkan keyakinan yang mutlak terhadap sesuatu, apapun itu? mengutip pernyataan bapak filsuf Rene Descartes, bapak filsuf modern, "cogito ergo sum", dengan kata lain beliau meragukan semua realitas yang ada, satu-satunya yang tidak diragukan adalah bahwa dia tidak ragu akan keragu-raguannya. pahaman tentang nilai-nilai yang selama ini sangat kuat tertanam dalam diri sejak kecil harus digali dan dipertanyakan kembali dan dijawab sendiri. dengan sendiri nya kesadaran kritis akan lahir dari fase berfikir liberal tersebut karena semua realitas yang ada kemudian dipertanyakan kembali telah membebaskan dari ketertindasan. :D

"Kata-kata" yang Sulit Terlisankan

'kata' memang seperti candu
semakin dipelajari semakin ketagihan
benar, benar, benar, apa yang dikatakan orang-orang seperti halnya 'a gama'
strukturalis dan postrukturalis memang benar adanya..

maksud yang hendak disampaikan 
harus lah melalui kata, entah itu lisan atau tulisan
dunia terus berkembang karena 'kata-kata'
orang-orang bergerak karena 'kata-kata'
revolusi apalagi, terjadi karena sekelompok 'kata'

namun banyak yang masih galau
bagaimana kata-kata di ungkapkan
apatah lagi kalau untuk seseorang di 'pojok' sana
ahhh... engkau memang selalu mereduksi semua.
menghilangkan semua apa yang sebelumnya makna yang mencoba untuk saya sampaikan.

aku bahkan pernah berpikir,
apakah ada yang lain selain kata-kata?
telepati kah, bahasa tubuh kah, bola api (doti) kah, atau apapun itu,
yang jelas bukan kata?

itu tidak masuk di akal kawan,
katanya, kesatria harus me lisan lewat 'kata-kata'
'kata' mu adalah senjata mu,
milik sebenar mu katanya'
apa gunanya kamu sekolah katanya
kalau cara tradisional masih engkau gunakan.
mungkin ini atau itu yang dikatakan kebanyakan orang sebagai 'cinta'..

benar katamu kawan.
'berani' adalah pangkal semuanya.
saran ku, satu kunci nya sahabat..
sesuaikan 'kata' mu dengan 'perbuatan' mu.
saran yang sebetulnya tidak perlu kau dengar.
karena sang pemberi saran hanya teori juga.

*cerita seorang teman kepadaku
*yang lama kemudian baru aku sadari bahwa sahabatku itu tidak cocok cerita kepadaku.

Mengasah Budaya Literasi Lewat Lomba dan Beasiswa!!!

info beasiswa mizan untuk mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, tesis, atau disertasi, tinggal kirim judul dan abstrak proposal. deadline 30 juni 2013. klik link berikut:
http://www.mizan.com/news_det/beasiswa-mizan-kembali-diluncurkan.html

untuk kawan2 yang berusia 17 - 40 tahun yang ingin mengasah kemampuan menulisnya (deadline 8 mei 2013), ikuti lomba menulis dengan hadiah utama jalan-jalan ke negeri kincir angin, langsung saja masuk ke wbsitenya:
http://kompetiblog2013.wordpress.com

semoga bermanfaat!!!

Gerakan Sosial; Konsistensi antara Teori dan Praktek


Akhir-akhir ini, perkembangan ideology dominan yakni kapitalisme terus menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Kalau pada mulanya kapitalisme hanya berbicara mengenai produksi barang dan jasa, pada era sekarang ini kapitalisme justru telah memproduksi citra dan hasrat manusia guna mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Dengan kata lain, bukan kebutuhan manusia yang menentukan proses produksi akan tetapi kebutuhan itu sendiri yang diciptakan agar hasil-hasil produksi bisa laku, sehingga manusia bekerja bukan lagi atas dasar pemenuhan kebutuhan hidup dan pengembangan diri tetapi merupakan keterpaksaan untuk memenuhi kebutuhan semu yang telah diciptakan. Itulah era kapitalisme lanjut, terminology yang diperkenalkan oleh mazhab Frankfut.
Adalah Karl Marx secara akademis yang pada mulanya berusaha mengungkap penindasan yang dilakukan oleh para kapitalis terhadap kaum pekerja (buruh) dengan berbagai teori yang dikemukakan telah melahirkan berbagai gerakan perlawanan terhadap kapitalisme. Gerakan sosial lama (klasik) merupakan cerminan dari perjuangan kelas di sekitar proses produksi, dan oleh karenanya gerakan sosial selalu dipelopori dan berpusat pada kaum buruh. Paradigma dalam gerakan ini adalah menggunakan teori perbedaan kelas Marx, sehingga gerakan ini selalu melibatkan dirinya pada wacana idiologis yang meneriakkan ‘anti kapitalisme’, ‘revolusi kelas’ dan ‘perjuangan kelas’. Orientasi nya juga selalu berkutat pada penggulingan pemerintahan yang digantikan dengan pemerintahan baru. 
Teori gerakan sosial baru lahir sebagai kritik terhadap teori lama sebelumnya yang selalu ada dalam wacana idiologis kelas. Gerakan sosial baru adalah gerakan yang lebih berorientasi isu dan tidak terlalu tertarik pada gagasan revolusi. Dan tampilan dari gerakan sosial baru lebih bersifat plural, yaitu mulai dari gerakan anti rasisme, anti nuklir, feminisme, kebebasan sipil dan lain sebagainya. Gerakan sosial baru beranggapan bahwa di era kapitalisme liberal saat ini perlawanan timbul tidak hanya dari gerakan buruh, melainkan dari mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam sistem produksi seperti misalnya, mahasiswa, kaum urban, kaum menengah, dan lain-lain. Karena sistem kapitalisme telah merugikan masyarakat yang berada di luar sistem produksi. Ada beberapa hal yang baru dari gerakan sosial, seperti berubahnya media hubung antara masyarakat sipil dan negara serta berubahnya tatanan masyarakat kontemporer itu sendiri.
Menurut Horkheimer, teori pertentangan kelas yang begitu dominan dalam masyarakat kapitalisme lanjut sudah tidak relevan lagi, karena jiwa revolusioner kaum proletariat telah berhasil dijinakkan dan diintegrasikan ke dalam masyarakat konsumtif. Selain itu, kaum proletariat telah melebur ke dalam “system” sehingga tidak lagi memiliki semangat revolusioner. Proletariat bukan lagi subjek bagi revolusi menyeluruh. Sedangkan menurut Habermas, gagasan kapitalisme Marx tidak relevan lagi untuk menganalisis situasi kapitalisme lanjut dimana ada peralihan dari kapitalisme privat ke kapitalisme Negara yang ditopang oleh teknologi memainkan peran yang signifikan untuk memperkuat dan mempertahankan industry-industri besar. 
Lebih lanjut, kapitalisme telah merasuki segala dimensi kehidupan manusia. Sistem politik hari ini khususnya di Indonesia telah “berselingkuh” dengan korporasi-korporasi besar atau dengan kata lain negara telah didominasi oleh kepentingan perusahaan atau korporat, inilah yang dinamakan “korporatokrasi”. Korpotokrasi merupakan sebuah sistem dimana sistem politik telah didominasi oleh korporat-korporat yang atas nama akumulasi modal menjadikan sistem pemerintahan atau politik dalam sebuah negara sebagai kendaraannya, maka jangan heran ketika jual-beli undang-undang, perebutan proyek negara, bahkan jual-beli fatwa terjadi untuk mendukung kepentingan-kepentingan korporat, yang tentu saja terjadi karena kepentingan akumulasi modal. Perkembangan kapitalisme lanjut semakin kompleks menyentuh kehidupan manusia dalam artian telah mendewasan diri bersama system yang ada.
Lahirnya Teori Kritis yang bersumber pada tradisi dan filsafat Jerman merupakan wacana tandingan terhadap perkembangan kapitalisme di era sekarang. Hubungan yang tersembunyi antara teori dan praksis merupakan titik tolak Teori Kritis. Dengan ini Teori Kritis mempertautkan antara teori dengan pemenuhan tujuan dan keinginan manusia. Dengan demikian, teori menjadi emansipatoris, dimana teori harus diterjemahkan ke dalam tindakan praktis. Dalam hal ini permasalahan kebenaran teori sebagian besar ditentukan oleh tindakan, maksudnya kebenaran dan kesalahan teori diwujudkan dalam tindakan, selain tuntutan lain seperti intersubyektivitas serta kecocokan dengan klaim-klaim lain yang sudah diakui kebenarannya, karena teori itu dapat memecahkan persoalan. Jadi teori harus dapat dibahasakan secara sederhana, teori harus mampu berbicara kepada perasaan masyarakat. Selain itu teori harus berupaya untuk memperlihatkan dan menelanjangi ideology kekuasaan, menunjukkan kesalahan dalam pandangan yang dimilki dan bagaimana pandangan itu ikut melanggengkan tatanan social yang tidak adil dan menindas.
Mahasiswa sebagai salah satu kaum intelektual yang berpotensi dan punya akses besar terhadap informasi seharusnya mampu mempelopori gerakan-gerakan perlawanan terhadap kapitalisme lanjut, bukannya terjebak dalam arus dan malah melanggengkan system yang sangat menindas tersebut. Namun, melihat kondisi sekarang mahasiswa justru tidak menyadari akan hal tersebut atau paling tidak terjebak pada budaya verbal yang hanya jago debat tentang teori-teori sosial yang telah ada.
Kebuntuan membumikan teori-teori yang telah ada melanda hampir sebagian mahasiswa hari ini. mungkin saja karena pada dasarnya teori dipelajari hanya sekedar sebagai pengayaan intelektual (untuk kepuasan pribadi semata) padahal teori yang telah mapan harus nya mampu membebaskan manusia dari ketertindasan.
:)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...